Kehidupan mahasiswa Indonesia di Mesir (masisir) sangatlah beragam. Karena keragaman kegiatan ini, tidak sedikit pula yang gugur atau terombang-ambing dalam problematika hidup.

Oleh karenanya, mempelajari dan mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah terbukti bisa mengatasi rintangan di Mesir, dengan segala manis-pahitnya hidup, bukanlah hal yang sepele.

Selamat membaca.

“Para Pelajar Semangatnya Tidak Menentu, Bagaimana Anda Menjaga Semangat?

Saya sebenarnya juga merasakan naik-turunnya semangat. Hanya, biasanya nggak lama.

Salah satu yang buat saya tetap semangat itu, adalah saya senang membaca. Kalau sehari nggak membaca itu rasanya saya ketinggalan informasi.

Ini juga diimbangi dengan mengaji atau talaqqi di majelis-majelis. Karena yang didapat bisa lebih banyak. Di situ, akan terasa kalau masih banyak yang kita nggak tahu dan mereka sudah tahu. Jadinya, ingin terus mengaji begitu.

Kalau belajar atau baca sendiri, mudah terasa sombong karena merasa sudah tahu semua. Coba tetapkan baca satu halaman per hari.

“Apa Kendala yang Dirasakan ketika Berjuang Menulis Disertasi?”

Salah satu kendala yang saya alami itu kalau misalnya lagi nggak ada uang. Prinsip saya, kalau kerja itu untuk membiayai kuliah saja. Kadang ketika butuh uang, saya mengajar pelajar dari Malaysia atau Brunei. Ini semua ya dijalani saja.

Masalah rezeki itu kita kembalikan sama Allah. Ada saja rezekinya. Contohnya kemarin untuk membiayai disertasi yang biayanya nggak sedikit, ternyata ada saja rezeki yang datang. Yang penting ada usaha.

Memang belajar itu butuh uang. Jadi, menurut saya nggak apa-apa (bagi seorang pelajar itu) bekerja. Tapi, ya untuk sekedar membiayai kuliah atau memenuhi kebutuhan secukupnya selama belajar. Karena kalau keterusan kerja, akan merasa kurang terus.

“Bagaimana Mengatur Waktu Belajar dan Semangat saat Kuliah?

Cara me-manage orang berbeda-beda, ya.

Ada kawan yang untuk disertasi dia bakalan fokus nggak kemana-mana. Saya sendiri nggak bisa kalau dipacu untuk fokus terus. Terkadang kalo sedang jenuh mengurus disertasi, saya cari kegiatan lain.

Saya kalo me-manage nggak terlalu kaku. Mengalir saja. Tidak bisa kalau (menjelaskan) pakai teori-teori begitu.

Karena, kadang masalahnya waktu kita banyak habis di jalanan. Seperti saya yang biasa ngaji di Darrasah, sedangkan saya tinggal di ‘Asyir, untuk perjalanan pulang-pergi saja bisa menghabiskan waktu 2 jam.

Belum waktu untuk mengantri setoran dan yang lainnya. Total bisa menghabiskan lima jam itu. Nah, ini bisa dimanfaatkan untuk ngaji atau misalnya dengerin video atau rekaman kajian.

Dulu, ada dosen hadits yang sekarang sudah meninggal dunia. Beliau bercerita, kalau membaca bisa sampai 8 jam per hari.

Ketika di kelas, beliau pernah bertanya ke seorang pelajar dari Afghanistan, “Kamu per hari biasa baca berapa halaman?”

Kita ‘kan biasanya nggak pernah menghitung berapa halaman yang dibaca per hari kan? Dia pun mengarang jawabannya, “50 halaman”.

Beliau langsung menegur, “Kamu itu jauh-jauh dari negerimu tapi bacamu sedikit sekali. Harusnya penuntut ilmu itu banyak baca. (Setidaknya) 500 halaman per hari.”

Makanya, membaca itu penting, terutama buku-buku muqarrar dan turats. Kunci menguasainya adalah dengan membaca bertahap, dari dasar.

Kuasai mufradat-mufradat yang ada. Karena nantinya (mufradat) itu akan muncul lagi di tulisan atau di buku-buku lainnya yang satu topik dengannya.

Intinya kembali ke diri sendiri. karena walau banyak motivasi, tapi masih malas ya sama saja.

Andaikan umat Islam ini waktu seriusnya sama dengan waktu mainnya, niscaya akan bangkit umat ini.

Barat saja bisa begitu, main-mainnya banyak, tapi helajarnya juga serius. Lha, kita? Banyak main-mainnya, seriusnya dikit.

Tips Memilih Kegiatan di Luar Kuliah

(Dalam memilih kegiatan,) kuncinya, cari tau apa yang antum rasa masih kurang. Misalnya, jika ingin takhassus untuk tafsir, dan antum merasa kurang di nahwu dan balaghoh, coba itu yang antum kejar. Terutama yang berkaitan dengan takhassus antum, bidang yang antum pilih.

Mungkin juga dengan gabung grup-grup diskusi sesuai jurusan yang ingin antum ambil. Dulu, di zaman saya banyak forum seperti itu, di organisasi maupun di fakultas

Kalau misalnya antum sudah takhassus, antum minimal harus ada satu ilmu atau kitab yang jadi pegangan antum.

Seperti yang ingin fokus tafsir, harus ada buku tafsir yang jadi pegangan antum. Sehingga semisal sedang membaca Al-Qur’an, lalu nggak paham, bisa merujuk ke kitab tafsir tadi.

Kalau saya sendiri pakai tafsirnya Syekh Ath-Thanthawy, Tafsir Al-Wasith. Praktis, sekarang juga ada aplikasinya.

(Karena) konsekuensinya, kelak kita akan menjadi rujukan di bidang yang kita pilih. Kita harus bertanggungjawab atas ilmu pilihan kita tadi.

Intinya, kalau antum mau mudah ngatur aktivitas, antum takhassus-nya dimana, dan apa yang antum masih kurang. Nah, antum kejar itu, lengkapi itu.

Bersambung.