Darul Hadist al-Hasaniyya, sebuah lembaga pendidikan di Maroko yang sudah tak asing lagi di telinga kita. Kampus tersebut telah berjasa melahirkan seorang ustaz bernama Abdul Shomad, MA yang berdakwah hingga ke pelosok negeri. Ia terletak di kota Rabat dan merupakan salah satu kampus yang berada di bawah naungan Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Kerajaan Maroko.

Walaupun masih setingkat institut, tetapi kampus ini sudah masuk kategori bergengsi di Maroko. Konon untuk mencicipi bangku kuliah dan mendapat gelar dari sini cukup sulit karena selain sistem pembelajaran yang intensif dengan kelas seminar dan kajian interaktif, juga disiplin ilmu yang ketat dan didukung para dosen yang militan. Namun pada tahun 2015, terdapat perubahan kebijakan yaitu merger Institut Darul Hadist al-Hasaniyya ke Universitas Qarawiyyin melalui MoU pada bulan Ramadhan yang berisi tentang pengaturan ulang Universitas Qarawiyyin.

Sumber : foursquare.com

Perlu diketahui, untuk menjadi salah satu mahasiswa di institut tersebut kita dituntut untuk memiliki kecakapan dalam bahasa Arab, Inggris, dan Prancis yang cukup, baik lisan maupun tulisan. Mereka hanya meluluskan mahasiswa yang benar-benar cakap dalam menguasai bahasa tersebut. Alasan disertakannya bahasa Prancis karena merupakan bahasa nasional Maroko, sehingga menjadi bahasa pengantar di kegiatan akademis selain bahasa Arab. Melihat kondisi tersebut, siapa pun yang ingin belajar di sana seyogianya menyiapkan bekal ilmu dan kecakapan bahasa yang lebih. Selain itu, para calon mahasiswa dituntut memiliki kesabaran yang berlapis-lapis mengingat sistem pendaftaran yang begitu panjang dan rumit apalagi untuk program master bagi yang non alumni S1 Maroko. Pun, sistem administrasinya masih bersistem manual sehingga bakal terjadi “perputaran tak terbatas” saat mengurus administrasi kuliah.

Berbeda dengan Mesir yang berbaik hati dengan kuota tak terbatasnya, Maroko lebih jeli dan selektif dalam memberikan muwafaqoh pada mahasiswa asing. AMCI (Agence Marocaine de La Coorperation) merupakan satu-satunya lembaga yang ditunjuk untuk menangani urusan mahasiswa-mahasiswa asing dan berwenang mengeluarkan surat izin untuk mendaftar secara resmi ke universitas yang ada di Maroko. AMCI memberikan kouta yang sangat terbatas dalam penerimaan mahasiswa asing yaitu sebanyak 15 orang dan bekerja sama dengan pihak KEMENAG RI dalam penyeleksiannya.

Jika pendaftaran seleksi S1 diadakan serentak dengan jurusan timur tengah lainnya, maka untuk program S2 dan S3 calon pendaftar harus berkonsultasi langsung dengan pihak Institut Darul Hadist al-Hasaniyya dan KEMENAG RI. Setelah berkonsultasi dan diberi “lampu hijau” oleh dua pihak tersebut, baru diperbolehkan mengikuti seleksi dan menyiapkan beberapa dokumen untuk pemberkasan. Untuk beasiswa S2, pihak AMCI yang memberi kuota rutin setiap tahunnya, namun ada beasiswa selain itu dengan intensitas pemberian kuota yang tak menentu seperti PBNU dan LPDP. Untuk program S3,terdapat beasiswa Program 5000 doktor atau MoRA Scholarship,selengkapnya bisa mengujungi website PPI Maroko http://www.ppimaroko.id.

Semakin sulit dan terjalnya jalan yang ditempuh, semakin berkualitas pula keilmuan dan karakter mahasiswa. Oleh karenanya, diharapkan para alumni Institut Darul Hadist al-Hasaniyya akan menjadi pendongkrak kualitas bangsa sepulangnya ke negeri tercinta.