Rasanya, tak ada Masisir yang tak tahu dengan tempat satu ini. Bahkan sejak masih maba, Masisir sudah ‘diarahkan’ untuk sering-sering ke tempat ini. Letaknya yang dekat, jadwalnya yang buka setiap hari, dan kebanyakan programnya yang gratis, membuat Masisir berduyun-duyun untuk mendatanginya.

Ya, tempat itu adalah Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-’Adawi.

Tapi, sudahkah kita mengetahui sejarah bagaimana awal mula berdirinya madhyafah ini? Simak tulisan ini sampai tuntas!

Awal Mula Berdiri

Secara bahasa, madhyafah memiliki makna tempat untuk menyambut atau menerima tamu. Kemudian, kata ini mengalami pergeseran makna menjadi tempat non-masjid bagi para penuntut ilmu untuk belajar agama dengan guru atau syekh. Pergeseran makna ini menandakan seolah-olah para penuntut ilmu yang berasal dari berbagai negara itu sudah dianggap sebagai tamu yang harus dimuliakan oleh sang tuan rumah.

Meskipun namanya adalah Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-’Adawi, ternyata ia tidak didirikan oleh Syekh Ismail sendiri, melainkan oleh muridnya yaitu Syekh Yusri Muhammad Amin Jum’ah, dua tahun setelah wafatnya Syekh Ismail pada tahun 1998 M. 

Tahun 2000, tepat madyafah ini berdiri. Adalah Fadhilah Ustadz Duktur Ali Jum’ah, mantan Mufti Mesir periode 2003-2013, sebagai orang yang pertama kali mengajar. Waktu itu, beliau mengampu kajian Tafsir Al-Qur’an hingga surah Annisa. 

Menyusul berikutnya punggawa ulama Malikiyyah di zamannya, Fadhilah Ustadz Duktur Ahmad Thaha Rayyan yang mensyarah kitab Muwatta’ karya Imam​ Malik, yang baru khatam setelah 8 tahun kemudian.

Selain itu, ada juga nama Fadhilah Ustadz Duktur Fathi Abdurrahman Hijazi sebagai pengajar di masa-masa awal berdirinya madhyafah ini. Saat itu, Beliau mengampu kajian Syarah Qatrunnada karya Ibnu Hisyam dan Syarah Alfiyyah Ibnu Malik karya Al-Asymuni.

Jika ditilik lebih jauh, cikal bakal berdirinya madhyafah ini sebenarnya sudah ada sejak Syekh Ismail sendiri masih hidup. Ketika itu, Syekh Ismail menjadi Imam dan Khatib di Masjid Al-Azhar dan bermukim di wilayah Bathniyyah. Rumahnya kala itu mempunyai tiga lantai. Nah, lantai satu dari rumah beliau dijadikan tempat khusus untuk para thalibul ilmi belajar agama. Di antara para thalibul ilmi itulah, muncul Syekh Yusri Muhammad Amin Jum’ah sang pendiri Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-‘Adawi.

Sistem Talaqqi

Hingga hari ini, Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-’Adawi selalu membuka dars yang terbuka untuk umum, mulai dari tingkat pemula (red: mubtadi’) hingga tingkat lanjut (red: muntahi).

Berdasarkan durasi, biaya, dan metode pengajaran, ada dua jenis talaqqi yang berlaku di madhyafah ini. Keduanya adalah:

1. Talaqqi Usbu’i

Sesuai namanya, talaqqi jenis ini biasanya diadakan satu kali selama seminggu. Misalnya seperti kajian kitab Risalah Jamiah setiap hari Selasa. Untuk mengikuti talaqqi yang ini, kita tak diperlukan untuk mendaftar terlebih dahulu, juga tak dikenakan biaya apapun, sehingga kita bisa langsung datang ke lokasi dan duduk mengikuti majelisnya. 

Secara metode, talaqqi yang model seperti ini lebih santai. Syarah yang disampaikan oleh syekh lebih detail karena tidak ada tuntutan tenggat waktu untuk menyelesaikan kitabnya. Tidak jarang, satu kitab baru bisa dikhatamkan setelah berbulan atau bahkan bertahun lamanya.

Sc: FB Madyafah Syekh Ismail, Contoh poster talaqqi usbui

2. Daurah Mukatsafah

Berbeda dengan jenis sebelumnya, mukatsafah (red: intensif) lebih mengedepankan efisiensi waktu dalam mengkhatamkan kitab yang dikaji. Misalnya seperti daurah matan Al-Ajurumiyah dalam dua pertemuan. 

Daurah mukatsafah biasanya mewajibkan kita untuk mendaftarkan diri dan membayar uang registrasi terlebih dahulu. Biayanya juga berbeda-beda tergantung majelisnya, kisaran 100 – 500 pound. Nantinya, setiap pendaftar akan menerima satu kartu daurah yang berfungsi sebagai ‘tiket’ masuk dan di akhir daurah akan ditukar dengan ijazah sanad. Yap! Seluruh talaqqi di madhyafah ini dan seluruh Mesir memiliki sanad keilmuan yang tersambung.

Sc: FB Madyafah Syekh Ismail, Contoh poster daurah mukatsafah

Lokasi Belajar

Saat ini, Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-’Adawi mempunyai dua bangunan utama. Sebut saja, Mabna Qadiim dan Mabna Jadid.

1. Mabna Qadiim

Sc: Yaswinda Bestari, Penampakan depan Mabna Qadiim

Mabna Qadiim adalah bangunan tertua yang dimiliki oleh madhyafah ini. Biasanya, Mabna Qadiim diperuntukkan bagi talaqqi usbu’i. Adapun lokasi Mabna Qadim yaitu: https://maps.app.goo.gl/CFwQWBmuNsWtX7vr6

2. Mabna Jadiid

Sc: Kang Seblak, Penampakan depan Mabna Jadiid

Mabna Jadiid adalah ekspansi yang dilakukan oleh madhyafah lantaran sempitnya Mabna Qadiim untuk menampung banyak orang. Biasanya, Mabna Jadiid ini diperuntukkan bagi daurah mukatsafah. Pernah juga beberapa kali dipakai untuk kajian Masyaikh yang berasal dari luar Mesir, dan sedang mengunjungi Mesir saat itu. Contohnya kajian aqidah Syekh Sa’id Faudah dari Yordania dan kajian hadits Syekh Yahya Al-Ghautsani dari Suriah. Adapun lokasi Mabna Jadiid adalah: https://maps.app.goo.gl/FCMigUrRaAcVB2Q2A 

Informasi Lebih Lanjut 

Madhyafah Syekh Ismail Shadiq Al-’Adawi memusatkan seluruh informasi di halaman resmi facebooknya, yaitu الصفحة الرسمية لمضيفة الشيخ العدوي. Di samping itu, Madhyafah juga mempunyai kanal Youtube yang menampung rekaman kajian-kajian mingguan yaitu almadyafatv.

Penulis: Irfan Amrullah Prasetyo
(Mahasiswa tingkat 2 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar)
Penyunting: Rifqi Taqiyuddin

Baca juga: Peta Talaqqi dan Peta Madyafah