Oleh: Muhammad Yusuf Syuhada
(Mahasiswa Jurusan Syariah Islamiyah Fakultas Syariah wa al-Qanun Universitas Al-Azhar)

Sering kali ketika kita melaksanakan salat tarawih imam membaca dengan sangat cepat dan terkadang kita tidak sempat membaca Fatihah. Sementara kita sebagai masyarakat yang notabene mengikuti mazhab Syafi’i diwajibkan membaca Fatihah sebagaimana wajibnya mengikuti gerakan imam. Bagaimana solusi masalah ini dalam mazhab Syafi’i?

Perlu diketahui bahwa mengikuti imam wajib hukumnya, maka segala sesuatu yang bisa merusak hal tersebut bisa membatalkan salat.

Dalil: Hadist Rasulullah Saw., yang berbunyi:

إنما جعل الإمام ليؤتم به، فإذا كبر فكبروا، وإذا ركع فاركعوا، ولا تختلفوا عليه، فإذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربنا ولك الحمد، وإذا سجد فاسجدوا، ولا ترفعوا قبله

“Imam itu dijadikan untuk diikuti, maka apabila dia bertakbir maka bertakbirlah kalian, dan apabila dia ruku maka rukulah kalian, dan janganlah kalian menyelisihinya, maka apabila dia berkata: ‘Sami’allah liman hamidah’, maka ucapkanlah: ‘Rabbana wa laka al-hamd’, dan apabila dia bersujud, maka sujudlah kalian dan janganlah kalian berdiri sebelumnya.” (HR. Bukhari: 689, Muslim: 414)

Karenanya kita tidak boleh terlambat dari gerakan imam dengan dua rukun tanpa uzur. Seperti ketika Imam sudah mulai sujud sedangkan kita masih berdiri sebelum ruku’, karena hal tersebut bisa merusak kewajiban mengikuti imam.

Akan tetapi, kita diperbolehkan terlambat dari gerakan imam apabila ada uzur seperti menyempurnakan al-Fatihah, karena membaca Fatihah adalah wajib sebagaimana mengikuti imam juga wajib. Batasan yang diperbolehkan untuk terlambat dari gerakan imam karena menyempurnakan Fatihah adalah 3 rukun panjang (yaitu selain i’tidal dan duduk di antara dua sujud).

Maka apabila kita sedang membaca Fatihah, kita boleh menyempurnakan Fatihah sampai Imam pada posisi sujud kedua. Dan apabila kita tidak bisa menyelesaikan Fatihah kita sebelum imam bangun dari sujud kedua, kita diberi dua pilihan:

1. Menyusul imam di rukun selanjutnya atau yang menyerupai rukun dan rakaatnya dianggap gugur.

Contoh: ketika kita belum menyelesaikan Fatihah dan imam sudah bangun dari sujud kedua dan berdiri masuk kepada rakaat selanjutnya, kita harus tetap berdiri ikut bersama imam melaksanakan rakaat selanjutnya. Atau imam bangun dari sujud kedua dan duduk tasyahud awal, maka kita harus menyusul imam dan duduk tasyahud awal.

Dalam keadaan ini rakaat kita dianggap gugur dan harus berdiri setelah salamnya imam untuk menyempurnakan rakaat kita.

2. Niat mufaraqah, yakni berpisah dari imam dan salat sendiri.

Apabila kita tetap meneruskan Fatihah dan imam sudah bangun dari sujud maka salatnya batal, hal ini dikarenakan wajibnya mengikuti imam.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh syekh Zainuddin bin Ahmad al-Malibari:

(و)عدم تخلف عنه معهما (بأكثر من ثلاثة أركان طويلة) فلا يحسب منها الاعتدال والجلوس بين السجدتين. (بعذر أوجبه) أي اقتضى وجوب ذلك التخلف. (كإسراع إمام قراءة) والمأموم بطئ القراءة لعجز خلقي لا لوسوسة أو الحركات (وانتظار مأموم سكتته) أي سكتة الإمام ليقرأ فيها الفاتحة فركع عقبها وسهوه عنها حتى ركع الإمام. وشكه فيها قبل ركوعه. أما التخلف لوسوسة بأن كان يردد الكلمات من غير موجب فليس بعذر……..فيلزم المأموم في الصور المذكورة إتمام الفاتحة ما لم يتخلف بأكثر من ثلاثة أركان طويلة وإن تخلف مع عذر بأكثر من الثلاثة بأن لا يفرغ من الفاتحة إلا والإمام قائم عن السجود أو جالس للتشهد (فليوافق) إمامه وجوبا (في) الركن (الرابع) وهو القيام أو الجلوس للتشهد ويترك ترتيب نفسه. (ثم يتدارك) بعد سلام الإمام ما بقي عليه فإن لم يوافقه في الرابع مع علمه بوجوب المتابعة ولم ينو المفارقة بطلت صلاته إن علم وتعمد

“(dan) tidak terlambat dari gerakan imam secara sengaja dan mengetahui bahwa hal tersebut bisa membatalkan (dengan gerakan yang lebih dari tiga rukun panjang) maka tidak dihitung i’tidal dan duduk di antara dua sujud (karena ada udzur yang menuntut hal tersebut) yaitu menuntut wajibnya iaa untuk terlambat (seperti cepatnya bacaan imam) dan makmum lambat bacaannya karena ada kelemahan yang bersifat bawaan, bukan karena was-was, atau makmum lambat gerakannya (dan makmum menunggu diamnya imam) yaitu diamnya imam agar ia bisa membaca Fatihah ketika imam diam, akan tetapi kemudian imam ruku’ setelah Fatihah, dan karena makmum lupa membaca Fatihah sampai imam ruku’, dan juga karena imam ragu dalam membaca Fatihah sebelum ruku.

Adapun terlambat dari gerakan imam karena was-was, dengan gambaran ia mengulang-ulang kata perkata tanpa ada hal yang menuntut itu, maka tidak dianggap uzur………….maka makmum pada gambaran-gambaran yang disebutkan wajib menyempurnakan Fatihah selagi ia tidak terlambat dari imam dengan gerakan yang lebih dari 3  rukun panjang.

Dan apabila dia terlambat karena ada uzur dengan lebih dari tiga rukun panjang, dengan gambaran ia tidak selesai dari Fatihah kecuali imam berdiri dari sujud atau duduk untuk tasyahud, (maka makmum menyusul imam) secara wajib (pada) rukun (yang ke empat), yaitu berdiri atau duduk untuk tasyahud dan meninggalkan urutan salatnya, (kemudian ia menambal) setelah salamnya imam apa yang masih wajib dilaksanakannya.

Maka apabila dia tidak menyusul imam dalam rukun yang ke empat dalam keadaan dia tahu wajibnya mengikuti imam dan dia tidak niat mufaraqah, maka salatnya batal apabila dia mengetahui dan sengaja melakukan hal tersebut” (Zainuddin bin Ahmad bin Abdul Aziz al-Malibari, Fath al-Mu’in, Dar al-Fayha’,hlm. 133-134), Wallahu a’lam.